ilmumakrifat al fatihah. Anda telah berada ditempat yang tepat, apa yang anda cari selama ini akan anda dapatkan disini. Ketika anda menemukan artikel saya, ITU BUKANLAH KEBETULAN. silahkan dibaca dan disimak dengan baik, karena ketika anda menemukan artikel saya, itu berarti tuhan sudah menggerakan anda untuk membaca infromasi ini, di akhir artikel kami akan berikan tawaran special khusus RASASEJATI. Kajian Mitologi Supranatural . A. PROFIL; AMALAN DOA dan WIRID; Konsultasi; ILMU TERAPI FATIHAH » IJAZAH ILMU WIRID - TERAPY AL FATIHAH. Silahkan Bertanya & Berdiskusi dengan Sopan : Batalkan balasan. Ketikkan komentar di sini Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in: Email (wajib) (Alamat takkan pernah Ilmusejati menerangkan bahwa manusia benar-benar abadi tidak bisa mati kebal segala macam bahaya apapun dan bahagia tidak pernah duka kaya tidak pernah miskin. Simak juga sejati dan ilmu sejati al fatihah Dalam kesempatan ini saya akan mengijazahkan Ilmu Hikmah Teraphy Penyembuhan dengan Surat Al-Fatihah. SuratAl fatihan 300 X dilanjutkan dengan membaca LAA HAWLA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ALIYYIL AZHIIM (41 x). Dengan ijin Allah SWT, rezeki akan datang dan hutang akan terbayarkan. ===== CATATAN REDAKSI: Siapapun boleh mengirim artikel ke dalam blog Kampus Orang samar ini. Surahal-Fatihah terdiri dari TUJUH AYAT dan PENDEK-PENDEK, ciri khas surah yang diturunkan di Mekkah, tetapi isinya mencakup banyak hal fundamental (Imam Hasan al-Bashri), seperti dikutip oleh Imam as-Suyuthi dalam Asrar Tartibil Qur'an-nya mengatakan, "Sesungguhnya Allah menggabungkan ilmu-ilmu yang ada di dalam kitab-kitab Allah terdahulu (kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi Ilmupelet al fatihah paling ampuh doa pemikat wanita jarak jauh tanpa puasa pelet lewat nama. Dan mereka semua mendapatkan manfaat atau hikmah yang berbeda beda namun benar benar mampu membantu diri sendiri dan orang lain. Moh syarifin juli 5 2018 at 12 19 am. Ilmu pelet khusus bereaksi menyusup ke dalam hati jantung dan pikiran. ABUJAZARIEYkeluaran SMA al-Maidah al-Diniah,Padang Tengku, Kuala Lipis - Kuliyyah Sultan Ahmad Shah Pekan-Darul Quran JAKIM-Maahad Qiraat Syuobra, Egypt.. (Ijazah pertama alQuran dan al-Qiraat)Postgraduate UM, Jabatan al-Quran dan al-Sunnah.Bertugas di. fUIAM Kuantan, 4 orang cahayamata (Ahmad asy-Syathibie, Afaff, Aufaa, Muhammad alJazariey Suratal-Fatihah, awal surat dalam al-Qur'an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walau setiap hari setiap muslim pasti mengucapkannya. Tidak sekali bahkan. Tetapi banyak yang tidak menyadari sebagaimana banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam. Apapunalasan Anda untuk mencari artikel tentang ilmu kekayaan sejati rahasia hizib al fatihah, yang pasti kunjungan Anda di situs ini tidak akan sia-sia karena di halaman yang Anda buka dan baca ini memuat konten artikel yang lengkap yang berkaitan dengan informasi tentang ilmu kekayaan sejati rahasia hizib al fatihah yang sedang Anda cari. Tahap4 : Sehat Sejati. Tahapan ke 4 (empat) ini atau Tahap Sehat Sejati dapat disebut juga dengan Tahapan dimana kita Insya Allah dapat membuang suatu penyakit Lahir maupun Bathin, baik Penyakit baru ataupun bawaan yang tidak kunjung sembuh. Penyakit tersebut bisa pada diri kita ataupun orang lain dan dapat pula dibuang atau dipindahkan pada 9o9aEu. Oleh Ki Umar Jogja 17 Agustus 2017 WEJANGAN RASA SAJATI Bait 01 “Satuhu ngelmu kang sejati iku tan tinggal Hyang Tunggal. Kang kasebut iki saktemene keyakinan kang bener. Mulo sira nyebuto asmaning Pangeraniro kang Maha Agung” Sesungguhnya ngelmu ilmu hikmah yang sejati itu, tidak akan meniadakan Tuhan. Inilah keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Agung. Ki Umar Jogja Ilmu dan ngelmu itu berbeda. Ilmu itu dari konsep teori yang rasional dan dapat dianalisa, lalu disebut ilmiah dari kata ilmu yang mendapat akhiran -iyyah bahasa Arab yang bermakna mempunyai sifat. Contohnya ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah formal, bersifat teori analisis. Sedangkan Ngelmu sebaliknya, konsep teori dari yang tidak rasional analisis. Ngelmu bahasa Jawa adalah sesuatu hal yang tidak hanya cukup dipahami tetapi juga harus diamalkan laku dengan penghayatan, maka akan dirasakanlah ngelmu itu. Ada ungkapan Jawa “ngelmu iku kelakon kanthi laku” ia akan terjadi jika diamalkan. Contohnya Aji-Mantra. Dari kalangan santri, sering kita dengar tentang kata “Ilmu Hikmah“, yaitu pengamalan doa-dzikir wirid yang disertai dengan amaliyah pengekangan hawa nafsu. Contohnya dengan diiringi amalan puasa. Kata Hikmah berasal dari kata Hakama yang arti mulanya adalah menghalangi, lalu bermakna kendali. Mengendalikan hawa nafsu yang mengajak keburukan, misalnya dengan berpuasa itu. Sebab puasa / shaum / siyam juga bermakna sama, yaitu menahan diri. Kata “Hikmah” banyak tertera di Al Quran. Hikmah adalah kemampuan yang mengandung pengetahuan ilahiyyah, yang artinya tidak hanya bersifat teori semata tetapi juga pengamalan aplikasi. Dalam pandangan saya, ini berarti pengertian ILMU HIKMAH dari kalangan santri sama dengan NGELMU bagi penghayat ilmu mistik Jawa. Dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Sebab tiada daya dan upaya selain dariNYA. DIA-lah sumber inspirasi dari segala ilmu yang diilhamkan dalam kalbu manusia. Maka sudah sepatutnya adanya pengakuan KEIMANAN kepadaNYA. Barangsiapa yang menemukan ilmu dan Hikmah tetapi tidak mampu melihat wajah Tuhan, maka sesungguhnya ia telah terhijab. Dan barangsiapa telah yang menemukan ilmu dan Hikmah, sedangkan dirinya mampu melihat wajah Tuhannya maka sungguh itu adalah karunia yang besar. Patut bersyukur dengan mengagungkan asma-NYA. DIA menganugerahkan AL-HIKMAH kepada siapa yang DIA kehendaki dan barangsiapa yang diberi HIKMAH, maka sungguh ia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab orang-orang yang mempunyai akal dan hati yang bersih. Al Baqarah 269 —o0o— Ki Umar Jogja إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ Artinya, “Hanya Kau yang kami sembah, dan hanya Kau yang kami mintakan pertolongan.” Ibadah atau sembah secara harfiah berarti tunduk dan rendah. Sementara dalam agama, ibadah atau sembah adalah gabungan dari rasa cinta, tunduk, dan takut sekaligus sebagaimana keterangan Ibnu Katsir berikut ini العبادة في اللغة من الذلة، يقال طريق مُعَبّد، وبعير مُعَبّد، أي مذلل، وفي الشرع عبارة عما يجمع كمال المحبة والخضوع والخوف. Artinya, “Ibadah pada kata nabudu’ berarti rendah dan hina. Oleh karena itu, ada frase berbunyi tariq muabbad’ atau jalan yang dipersiapkan untuk dilalui bagi pejalan dan bair muabbad’ atau unta yang tunduk, maksudnya dijinakkan. Dalam syariat, ibadah merupakan ungkapan atas gabungan kesempurnaan cinta, ketundukan, dan rasa takut sekaligus.” Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, [Jizah, Muassasah Qurthubah tanpa tahun], juz I, halaman 214. Pendahuluan maf’ul atau objek “iyyaka” daripada predikat verbanya “nabudu” serta pengulangan menunjukkan urgensi, pembatasan dan pengkhususan makna dengan “hanya”. “Kami menyembah hanya kepada-Mu dan berpasrah hanya kepada-Mu.” Ini merupakan puncak ketaatan beragama. Ajaran dan praktik agama sepenuhnya merujuk pada penyembahan dan kepasrahan ini. Tidak berlebihan jika ulama salaf mengatakan bahwa rahasia Al-Fatihah atau sirrul fatihah terletak pada “iyyaka nabudu wa iyyaka nastain”. Lafal “iyyaka nabudu” bentuk bara atau pelepasan diri dari kemusyrikan. Sedangkan “wa iyyaka nastain” bentuk serah dan pasrah daya serta kekuatan kepada Allah.” Ibnu Katsir, tanpa tahun 214-215. Jamaluddin Al-Qasimi dalam tafsirnya, Mahasinut Ta’wil, menerangkan urgensi penggunaan pembatasan dan pengkhususan atau hashr di mana maf’ul didahulukan daripada subjek dan verbanya dalam Surat Al-Fatihah ayat 5. Menurutnya, masyarakat Arab ketika itu memiliki banyak jenis berhala. Sebagian mereka menyembah matahari, bintang, bulan, malaikat, berhala, pohon, batu, bahkan pendeta mereka sebagaimana keterangan Surat Fusshilat ayat 37, Saba ayat 40-41, Al-Maidah ayat 116, Ali Imran ayat 80, An-Najm 19-20, Al-A’raf ayat 138-140, dan At-Taubah ayat 31. Al-Qasimi, 1957 M/1376 H 10-12. Dalam Surat Al-Fatihah ayat 5, digunakan subjek jamak; “iyyaka nabudu wa iyyaka nastain” Hanya Kau yang kami sembah, dan hanya Kau yang kami mintakan pertolongan, bukan tunggal; “iyyaka abudu wa iyyaka astain” Hanya Kau yang kusembah, dan hanya Kau yang kumintakan pertolongan. Ini merupakan pengakuan atas kekurangan, kedaifan, dan kehinaan manusia untuk menghadap di pintu-Nya. Seolah manusia mengatakan, “Tuhanku, aku hanya hamba yang hina dan rendah. Aku tidak layak bermunajat sendiri kepada-Mu. Oleh karenanya, aku menggabungkan diri ke jalan orang-orang beriman yang mengesakan-Mu. Oleh karena itu, kabulkanlah permohonanku di tengah perkumpulan mereka. Kami semua menyembah dan memohon pertolongan-Mu.” As-Shabuni, 1999 M/1420 H jilid I, 27. Penggunaan lafal jamak juga berarti tabarukan atas orang-orang saleh beriman. As-Shawi, tanpa tahun jilid IV, 274. Menurut As-Shawi dalam Hasyiyatus Shawi alal Jalalain, lafal ibadah didahulukan dibanding permohonan pertolongan. Hal ini memberikan pelajaran bahwa ibadah merupakan wasilah atau jalan adab dalam memohon pemenuhan hajat kepada Allah. Dalam Surat Al-Fatihah ayat 5, kita kata Imam At-Thabari dalam tafsirnya, Jamiul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, seolah mengatakan, “Ya Allah, kami tunduk dan merendah kepada-Mu sebagai pengakuan kami atas status ketuhanan-Mu, bukan yang lain. Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan atas praktik ibadah, ketaatan kami kepada-Mu, dan segala aktivitas lain di luar itu. Tiada yang lain untuk itu selain-Mu karena orang menjadi kafir atau durhaka kepada-Mu ketika meminta pertolongan kepada berhala atau apa saja yang dipertuhankan. Kami hanya meminta pertolongan-Mu dalam semua urusan kami dengan ikhlas dalam penyembahan,” At-Thabari, 2000 M/1420 H. Adapun Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al-Jami li Ahkamil Qur’an mengatakan bahwa lafal “Wa iyyaka nastain” atau hanya kepada-Mu kami minta pertolongan merupakan bentuk pembebasan diri dari kesombongan dan keangkuhan akan daya dan kekuatan selain Allah. Tafsir Jalalain menerangkan bahwa Surat Al-Fatihah ayat 5 merupakan pengakuan kehambaan murni kepada Allah dalam urusan pengesaan dan ibadah amaliah lainnya yaitu shalat, puasa, zakat, haji, serta permohonan pertolongan murni kepada-Nya untuk menjalankan ibadah dan aktivitas lainnya baik dunia maupun akhirat. As-Shawi, tanpa tahun jilid IV, 274. إيَّاكَ نَعْبُد وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين أَيْ نَخُصّك بِالْعِبَادَةِ مِنْ تَوْحِيد وَغَيْره وَنَطْلُب الْمَعُونَة عَلَى الْعِبَاد وَغَيْرهَا . Artinya, “Lafal iyyaka nabudu wa iyyaka nastain’ berarti, kami menyembah-Mu secara khusus baik dalam urusan tauhid dan urusan lain; kami juga meminta pertolongan-Mu dalam urusan ibadah dan urusan lainnya,’” Jalaluddin, Tafsirul Jalalain, [Beirut, Darul Fikr tanpa tahun]. Ragam Pelafalan Iyyaka Nabudu wa Iyyaka Nastaīn Imam Ibnu Katsir menyebutkan keragaman bacaan seputar Surat Al-Fatihah ayat 5 dalam tafsirnya, Tafsirul Qur’anil Azhim. Imam tujuh qiraat dan mayoritas ulama membaca lafal “iyya” dengan tasydid; “iyyaka nabudu wa iyyaka nastain”. Sedangkan Imam Amr bin Fayid membaca “iya” tanpa tasydid; “iyaka nabudu wa iyaka nastain.” Tetapi bacaan ini terbilang jarang dan ditolak karena secara harfiah “iya” berarti sinar matahari. Sebagian ulama membaca “iyya” dengan fathah pada hamzah dan tasydid; “ayyaka nabudu wa ayyaka nastain.” sementara sebagian ulama lain membaca “iyya” dengan ha sebagai pengganti hamzah; “hayyaka nabudu wa hayyaka nastain.” Mayoritas ulama membaca fathah pada nun “nastain,” kecuali Yahya bin Watsab dan Al-Amasy. Keduanya membaca kasrah pada nun; “iyyaka nabudu wa iyyaka nistain.” Ibnu Katsir, tanpa tahun 214. Wallahu alam. Penulis Alhafiz Kurniawan Editor Abdullah Alawi Surat al-Fatihah, awal surat dalam al-Qur’an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walau setiap hari setiap muslim pasti mengucapkannya. Tidak sekali bahkan. Tetapi banyak yang tidak menyadari sebagaimana banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam. Bermula dari doa seorang muslim setiap harinya “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” QS. al-Fatihah [1] 6 Jalan lurus, yang oleh para mufassir ditafsirkan sebagai dienullah Islam itu, dengan gamblang digambarkan dengan ayat selanjutnya dalam al-Fatihah “yaitu Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.” Di sinilah perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini; Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah Kelompok yang dimurkai Allah Kelompok yang sesat Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu. Generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut. Kelompok pertama, generasi yang merasakan nikmat Allah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsir Ibnu Katsir 1/140, al-Maktabah al-Syamilah menjelaskan bahwa kelompok ini dijelaskan lebih detail dalam Surat an-Nisa 69-70, “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. QS. an-Nisa [4] 69-70 “Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” Ada kata penghubung yang sama antara ayat ini dengan ayat dalam al-Fatihah di atas. Yaitu kata أنعم yaitu mereka yang telah dianugerahi nikmat. Sehingga Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat dalam al-Fatihah tersebut dengan ayat ini. Mereka adalah Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para shalihin. Kesemua yang hadir dalam dalam doa kita, adalah mereka yang telah meninggal. Ini adalah perintah tersirat pertama agar kita rajin melihat sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka. Agar kita bisa mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidup. Agar kemudian kita bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus bisa merasakan nikmat yang telah mereka merasakan. Perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah. Ukiran sejarah abadi mengenang, agar menjadi pelajaran bagi setiap pembacanya. Kelompok kedua, mereka yang dimurkai Allah. Imam Ibnu Katsir Tafsir Ibnu Katsir 1/141, al-Maktabah al-Syamilah kembali menjelaskan bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok yang dimurkai adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal. Sehingga mereka dimurkai. Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sejarah memang mencatat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad SAW sekalipun, sesungguhnya tahu dengan yakin bahwa Muhammad SAW adalah Nabi yang dijanjikan dalam kitab suci mereka akan hadir di akhir zaman. Sekali lagi, mereka bukanlah masyarakat yang tidak berilmu. Justru mereka telah mengantongi informasi ilmu yang bahkan belum terjadi dan dijamin valid. Informasi itu bersumber pada wahyu yang telah mereka ketahui dari para pemimpin agama mereka. “Demi Allah, sungguh telah jelas bagi kalian semua bahwa dia adalah Rasul yang diutus. Dan dialah yang sesungguhnya yang kalian jumpai dalam kitab kalian….” kalimat ini bukanlah kalimat seorang shahabat yang sedang berdakwah di hadapan Yahudi. Tetapi ini adalah pernyataan Ka’ab bin Asad, pemimpin Yahudi Bani Quraidzah. Dia sedang membuka ruang dialog dengan masyarakatnya yang dikepung oleh pasukan muslimin, untuk menentukan keputusan yang akan mereka ambil. Maka benar, bahwa Yahudi telah memiliki ilmu yang matang, tetapi mereka tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Inilah yang disebut oleh Surat al-Fatihah sebagai masyarakat yang dimurkai. Para ulama menjelaskan bahwa tidaklah kaum Bani Israil itu diberi nama Yahudi dalam al-Qur’an kecuali dikarenakan setelah menjadi masyarakat yang rusak. Rangkaian doa kita setiap hari ini menyiratkan pentingnya belajar sejarah. Untuk bisa mengetahui detail bangsa dimurkai tersebut, bagaimana mereka, seperti apa kedurhakaan mereka, ilmu apa saja yang mereka ketahui dan mereka langgar sendiri, apa saja ulah mereka dalam menutup mata hati mereka sehingga mereka berbuat tidak sejalan dengan ilmu kebenaran yang ada dalam otak mereka. Sejarah mereka mengungkap semuanya. Kelompok ketiga, mereka yang sesat. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa bagian dari penafsirannya adalah masyarakat Nasrani. Masyarakat ini disebut sesat karena mereka memang tidak mempunyai ilmu. Persis seperti orang yang hendak berjalan menuju suatu tempat tetapi tidak mempunyai kejelasan ilmu tentang tempat yang dituju. Pasti dia akan tersesat jalan. Kelompok ketiga ini kehilangan ilmu walaupun mereka masih beramal. Masyarakat ini mengikuti para pemimpin agamanya tanpa ilmu. Menjadikan mereka perpanjangan lidah tuhan. Sehingga para pemimpin agamanya bisa berbuat semaunya, menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Sebagaimana yang jelas tercantum dalam ayat “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan juga mereka mempertuhankan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” QS. at-Taubah [9] 31 Kisah’ Adi bin Hatim berikut ini menjelaskan dan menguatkan ayat di atas, Dari Adi bin Hatim radhiallahu anhu berkata Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan di leherku ada salib terbuat dari emas, aku kemudian mendengar beliau membaca ayat Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain menyatakan Ya Rasulullah sebenarnya mereka tidak menyembah rahib-rahib menjawab Benar. Tetapi para rahib itu menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka itulah peribadatan kepada para rahib itu. HR. Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syekh al-Albani Bagaimanakah mereka masyarakat nasrani menjalani kehidupan beragama mereka? Bagaimanakah mereka menjadikan pemimpin agama mereka menjadi perwakilan tuhan dalam arti boleh membuat syariat sendiri? Di manakah kesesatan mereka dan apa efeknya bagi umat Islam dan peradaban dunia? Semuanya dicatat oleh sejarah. Inilah doa yang selama ini kita mohonkan dalam jumlah yang paling sering dalam keseharian kita. Al-Fatihah yang merupakan surat pertama. Bahkan surat pertama yang biasanya dihapal terlebih dahulu oleh masyarakat ini. Surat utama yang paling sering kita baca. Surat yang mengandung doa yang paling sering kita panjatkan. Siratan perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat. Maka sangat penting kita memperhatikan kandungan surat yang paling akrab dengan kita ini. Agar terbukti dengan baik dan benar doa kita; “Tunjukilah kami jalan yang lurus. yaitu Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.” QS. al-Fatihah [1] 6-7